Di ujung cakarawala, tempat matahari terbenam, tersebutlah
sebuah padang yang subur dan indah di tepi danau. Ribuan katak menjadi
penghuninya.
Makanan dan air melimpah ruah bagi mereka.
Menyanyi dan bersukacita adalah pekerjaan mereka
sehari-hari.
Hingga saatnya dating kemarau panjang, teramat panjang.
Danau mongering, rumput yang semula hijau kini menguning menjadi gersang.
Katak-katak kepanasan, kelaparan, dan kehausan.
Pemimpin katak naik ke atas sebuah batu besar dan berseru
“kawan-kawanku semua, musim kemarau kali ini teramat panjang. Mungkin kita
telah berdosa sehingga Tuhan marah dan menghukum kita.”
Dari tengah kerumunan, berkatalah seorang pemuka agama,
“mari kita memanjatkan doa bersama dan memohon pada-Nya. Pasti kemarau ini
segera berakhir.”
Doa-doa dipanjatkan, pujian didengungkan, hati khusyuk
mengharap tuhan. Tetapi, hujan tak kunjung turun.
“apakah kesalahan kita terlampau besar sehingga tuhan sang
pencipta tak mau mengampuni?”
Seekor katak kecil bernama percil berkata, “kukira semua ini
bukanlah hukuman. Bukankah tuhan maha kasih? Mungkin tuhan hanya ingin menguji
kesetian kita pada-Nya.”
“hus mana mungkin?” seru mereka.
“ini pastilah hukuman. Mungkin doa-doa kita kurang khusyuk.
Mari kita berdoa lagi, kita berpuasa dan berkekang diri. Pastilah tuhan akan
terharu dan mengampuni kita.”
Maka d0a-doa dipanjatkan, lagu-lagu pujian didengungkan,
hati khusyuk menghadap sang pencipta. Namun, hujan tetap tidak kunjung turun.
Mereka kecewa dan mulai putus asa.
Mungkinkah ini pertanda akhir hidup kita?” pimpinan katak
berseru member perintah,”wahai kawan-kawanku. Marilah kita menuju ke timur
untuk mencari tempat yang baru. Kita tinggal kan tempat ini.”
Serentak menjawab “ayo!!”
Percil si katak kecil mencoba menghalangi, “jangan pergi,
kawan. Jangan menempuh perjalanan jauh yang berbahaya. Percayalah pada-Nya. Ini
hanya ujian bagi kita.”
Rombongan katak berderap, tidak menghiraukan si katak kecil.
Padang dan danau menjadi sunyi, tinggal percil seekor diri.
Tidak terdengar lagi riuh nyanyian katak.
Malam tiba. Kunang-kunang menemani katak kecil. Kunang-kunang
yang berterbangan sambil memberikan ajaran kepada katak kecil. Kunag berkata
“janganlah menyanyi, doa mu sia-sia, maka bersujudlah dan berdzikir kepada
Allah. Bacalah kitab suci yang tak mengalami perubahan sampai akhir zaman.”
Kelap-kelip. Sungguh indah. Percil duduk di patahan batang
pohon seorang diri, memandangi langit. Persediaan airnsudah kering. Makanan pun
sudah hampir habis. Dengan karunia Tuhan, percil terketuk hatinya dan
menjalankan sujud, dzikir dan membaca kitab sesau yang diajarkan si kunang utusan
Tuhan. Setelah mendengar amalan si perci maka tuhan tidak akan membiarkan
makhluk ciptaan-Nya menderita terlalu lama.
Pada suatu siang, tiba-tiba langit menjadi gelap. Awan hitam
menyelimuti angkasa. Tak lama kemudian, titik-titik air mengucur dari langit ke
atas bumi.
“oh, terma kasih, tuhan,” seru percil kegirangan.
Butir-butir hujan terus berjatuhan dengan lebatnya.
Tiba-tiba dari kejauhan terdengar suara, “kung kong, kung kong!” ramai sekali.
Tenyata katak-katak yang lain telah kembali. Dan si percil mengajarkan kembali
pelajaran yang telah diberikan oleh kunang kepada katak-katak yang lain.
Danau berair kembali. Sungai mengalir kembali dan padang
kembali menghijau. Katak-katak tinggal di sana dengan bahagianya. Riuhnya
nyanyian katak telah berganti dzikir tuhan dengan kusyuk, “tralala, trilili!
Terimakasih tuhan.” Terjadilah keluarga yang penuh kedamaian dan makmur.
Doni Kurniawwan
Seri cerbin
Penerbit kanisius
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terimakasih.etika baik dan banar